Pesan itu
Tentang Siapa Aku
_ketika engkau melihatku setiap detik putaran waktu
1.
Pesan itu telah sampai sebelum magrib tadi mengumandang
di selendang petang
Ketika pucuk-pucuk akasia yang tumbuh di depan kamarku
bermandi hujan sesiang tadi,
Tak mengusik tatapku yang turun menyapa letak rimah
sajak-sajak yang gusar
Dan aku menunduk memunguti pikiran yang tumpah di
selasar tepian kursiku yang bergoyang karena reot,
Masih ku selidik tiap bait yang menyasar di tumpukan
rumit neuron jaringan pikirku
Akan apa penciptaan semesta, bila aku tiada, begitu
engkau selalu bertanya tentang aku
Helaan ini tak mengutuk akan siapa yang bertanya,
bahkan tak akan menghakim nyawa yang tanggung terbuang dari nafas yang
terhembus
Tersebab setiap tanya butuh jawab yang nyata.
2.
Pesan itu masih ada ketika aku membalik rahasia
kehidupan akan esok atau lusa
Tak tersentuh tatapanku selama puluhan purnama, ketika
itu terakhir engkau membangunkanku dari koma akan kata-kata,
“Untuk apa engkau ada bila semesta terus merasa
ditiadakan dalam riwayatmu”
Aku melihat matamu mengalir ke muara paling jauh di
dasar pertanyaan itu
Bahkan saat mulutku kelu menterjemahkan silsilah waktu
pada nadiku yang terus berdetak
_tak bisa ku hentikan_ putarannya
“Engkau kemanakan tempat dudukku?”
Di situ aku sering membaca setiap pesanmu, berteman
kumandang azan dan secangkir kopi hangat seduhan tanganmu
Apa engkau telah menemukan siapa aku, sebelum sadarku
dari ketiadaan hadirku?
3.
Adakalanya aku terlupa pada rona senja kemarin yang
engkau jelaskan dengan paruh camar
Bahkan aku lupa pernah melihatmu memotong kuku kakiku
dengan wajah kesal dan ocehan khas murai batu sambil terus menjepit tiap
lapisan selaput tanduk yang terlihat sumbang dan hitam
Yang ketika itu bagiku kata-katamu seperti puisi cinta
dalam kisah roman “Romeo dan Juliet”
Masih, aku lupa ketika engkau memintaku untuk
menjemputmu di stasiun kereta,
atau aku lupa membawa “abu-abu” yang engkau pesan bila
pulang kerja lebih awal
Selalu lupa untuk meletakkan kaos kaki ke dalam
sepatu, dan selalu engkau yang membereskannya
Adakalanya aku begitu lupa akan siapa aku di matamu
4.
Sementara langit masih melintang menjajar awan gemawan
dan puluhan bangau telah berarak ke selatan mencari makan
Aku seharusnya ada di sana bersama mereka, memintal angin
untuk mengisi paru-paruku
Tapi sejenak yang telah engkau bagi dalam pecahan
labirin fikirmu yang menahanku tetap di sisi waktu, walau kukatakan aku tak
percaya pada waktu
Sepanjang hayatku tak akan percaya pada waktu
Tapi bagimu,
”Ini tentang engkau ,
Dalam setiap detik putaran waktu aku menatapmu”
Pesan itu kembali terbuka dalam retasan pencarian
hakikat siapa aku.
Puncak Sepi Negri Angin, 2011
Imagine Eres Saputra Robbi
(sudah ditampilkan dalam Bedah Puisi WR Edisi 1 Februari 2012)
###
BONUS: PUISI SAPARDI
Berjalan Ke Barat Waktu Pagi Hari
waktu aku berjalan ke barat waktu pagi matahari
mengikutiku
di
belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang
memanjang
di
depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di
antara kami
yang
telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa
di antara
kami
yang harus berjalan di depan
0 comments:
Post a Comment