Puisi Soe Hok Gie

Ini adalah puisi terakhir yang sempat ditulis oleh Soe Hok Gie, yang dalam film ‘GIE’ diceritakan bahwa puisi ini dia tulis untuk kekasihnya sebelum dia pergi mendaki ke puncak Gunung Semeru. Bahkan puisi ini pun belum sempat diberikan judulnya oleh Soe Hok Gie. Kisah Soe Hok Gie diangkat ke layar lebar berdasarkan sebuah buku harian yang diterbitkan pada tahun 1983 yang berisi catatan-catatan harian dari Soe Hok Gie.
Berikut ini adalah puisi Soe Hok Gie tersebut.

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati di sisimu manisku
Setelah kita bosan hidup dan bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu

Mari, sini sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
Tegakklah ke langit atau awan mendung
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
Yang kedua dilahirkan tapi mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua

Berbahagialah mereka yang mati muda
Makhluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu

Soe Hok Gie meninggal di Puncak Gunung Semeru pada bulan Desember 1969. Dia menjadi ikon perjuangan yang menginspirasi mahasiswa untuk ambil bagian sebagai alat pengendali terhadap pemerintah.
Category: 0 comments

Rapor


sajak Adi Saputra

Ada yang tak bisa kumengerti
Dari seorang gadis kecil yang kehilangan udara di rongga dadanya

Hanya karena,
Warna merah dalam buku rapornya…
Tadi malam,
Dia menggantung jalan udara di langit-langit kamarnya.












Padang, 01/01/11

Category: 0 comments

Pada Kelopak Waktu


:untuk para guru

sajak Rurin Kurniati

Pada kelopak waktu
Perkenankan aku membagi cerita tentangmu
Pada detikdetik senja yang sendu
Izinkanku menyanyikan lirik sumbang lagumu

Pada kelopak waktu
Kuteteskan air mata beku
Tentangmu yang selalu bermandikan peluh
Terkuras tenagamu layaknya buruh

Pada kelopak waktu
Kukhayalkan dirimu yang dulu
Digugu dan ditiru
Namun tampak sekarang yang kauhadirkan hanya kelu

Pada kelopak waktu
Kusemai citacita menjadi dirimu
Berharap nasib baik berkunjung
Cukup pada masamu kau dikhianati oleh bangsamu
Cukup pada masamu kau dicemooh oleh anak didikmu
Cukup pada masamu kau terinjakinjak oleh gajimu

Dan demi kelopak waktu
Akan kukembalikan harga dirimu seperti dulu
Akan kubuat angin pendidikan yang teramat sejuk
Bagi siapa pun dan di mana pun
Sejuk yang ‘kan kau rasa sampai ke kalbu

Demi kelopak waktu
Ingat janjiku

Bima, 06/07/2011













(telah ditampilkan dalam Bedah Puisi WR edisi 23 November 2011)

Celoteh Siswa Sebuah Sekolah Pedalaman



sajak Irwan Sandza

/Celoteh tentang Kelas Setengah Spasi/
Kelasku setengah spasi. Tak pernah bertitik selalu berkoma. Berdinding lumut pilu.
Kelasku beratap angan hampa. Tak pernah berwujud. Menguap di bilik jendela tanpa kaca.
Kelasku beralas karpet bumi. Tempat bermukim bakteri. Yang menggerogoti pangkal ulu isi kepalaku.
Hingga aku tak pantas bermimpi.

/Celoteh tentang Guru Ber-Ibu Alam/
Guruku tidak lahir dari bangku pengetahuan. Berotak kumpulan rumus canggih dan kritis. Yang akan mengaduk silsilahku.
Guruku terlahir dari persilangan dua dimensi. Ibunya bernama alam. Ayahnya bernama hati nurani.
Guruku menopang ragaku. Menuntun tanganku mencakar awan. Namun sayang, guruku tak bisa terbang.
Hingga mimpiku sebatas lambaian tangan.

/Celoteh tentang Sekerat Mimpi Menjadi Guru/
Mimpiku menjadi guru pendonor ilmu. Akan aku transfusi setetes bara. Agar kelak akan lahir anak bangsa berkulit baja.
Mimpiku menjadi guru pemasak ilmu. Akan aku suguhkan sepiring angka. Agar kelak lahir pahlawan bersenjata intelektual.
Mimpiku menjadi guru penyulam ilmu. Akan aku untai sebait cerita. Tentang: “Sekolahku yang akan bermetamorfosis menjadi istana penjajah.”

Sumedang, Mei 2011










(telah ditampilkan dalam Bedah Puisi WR edisi 16 November 2011)

Majas (Gaya Bahasa)

Majas adalah cara menampilkan diri dalam bahasa. 
Menurut Prof. Dr. H. G. Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat. Menurut Goris Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Gaya bahasa dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1.         Gaya bahasa perulangan
2.         Gaya bahasa perbandingan
3.         Gaya bahasa pertentangan
4.         Gaya bahasa pertautan


Selanjutnya 1, 2, 3, 4.
Category: 0 comments

Mesin Tik yang Merekam Sebuah Jejak Saat Hujan di Januari


sajak Adi Saputra


tik…
detik
tak…
detak
tik…
rintik
tak…
rentak
tik…
kutik
tak…
ketak
tik…
utik
tak…
entak
tik…
lari ke haluan
tak…
nyawa ke peraduan
titik…

 #rintik hujan warna merah membeku di ujung kertas yang retak
Pdg, 15/10/11










(telah ditampilkan dalam Bedah Puisi WR edisi 9 November 2011)

Harap yang Terkoyak


sajak Tina Yanesh

Kutatap langit yang kian samar
Kabut tebal menjelma menjadi bayangan
Bayang hitam yang akhirnya membawamu pergi
Hilang menembus sepi
Ingin kuberlari memanggilmu …
Tapi …
Suara kecilku tak lagi kaudengar
Kau semakin jauh … jauh …
Berlalu ditelan kegelapan

Andai waktu bagai layang-layang
‘Kan kutarik benang kubawa dalam dekapan
Agar kau tak biarkanku dalam kesendirian
Dalam hampanya hati
Luka merobek dada
Cinta itu tercabik
Harapan itu musnah
Kau tinggal pergi …
Penuhi panggilan Illahi

Sisa-sisa kepergianmu
Bagai halusinasi yang selalu menggodaku
Aku lelah …
Aku pasrah …
Lelehan airmata pun mengering
Kerintang ditelan lamunan
Sampai kini …
Tak terjamah memori dalam hati
Mengukir indah namamu dalam sanubari













(telah ditampilkan dalam Bedah Puisi WR edisi 02 November 2011)

Followers