(
Buat Pahlawanku Yang Telah Gugur Di Yhuga Myazaki )
Oleh:
Hylla Shane Gerhana
Aku hanya wanita yang tak bergeming tercecar arah oleh
nuansa berganti salju. Merangas Shukujitsu-ho utara di awal
musim gugur, ketika higan autumm tersirami jutaan Ohagi.
Pergi kembali ke sudut saat pertama kumelihatmu. Gelar
Oyuugikai mengumandangkan lagu Mata Aeru Hi Made.
Jangan biarkan sekuntum bunga layu sebelum matahari
membelainya dengan menggemakan semburat jingga
ultranya. Lagu perpisahan itu tidak ubahnya ode kematian
saja. Dalam diorama cinta semesta berbekal letih kupulas
tertidur bertumpu tas travel sederhana terkulai lemah di
batas asa.
Aku Hanyalah wanita yang rindu rangas cahyamu mentari
kala bias redupmu tersaput kabut. Tirai gerimis salju tercurah
Sehasta pun aku belum bergeser. Seperti orang kehilangan.
Kutulis namamu di atas karton, fotomu kukalungkan di dadaku
"Jika kaumelihat pria ini bisakah kauberitahukan kepadaku
di mana dia berada?" Berapa yen harus kubayar, Tapi tolong
katakan di mana dia? Satu-persatu mereka berlalu tanpa seorang
pun tahu kesulitanku.
Aku seorang wanita patah hati, semua yang kulakukan tak
masuk akal. Tapi apa lagi yang bisa kuperbuat. Bagaimana aku
bisa pindah ketika kesadaranku mengungkap aku masih cinta.
23 September saat kehilangan hatimu mulai bertanya-tanya
di belahan bumi mana Hokaido, Yokohama, Saporo, Naganu,
Tokyo bahkan Saitama. Tapi kau pasti mencariku lagi. Di awal
kita sua di bawah sakura paron tanpa daun, tanpa burai
mahkota.
Yoroshiku onegae shimashu. Dengan membungkuk 45 derajat
polisi itu lalu mengusirku halus. Membujukku meninggalkan
tempat itu. Aku berkata, "Ku sedang menunggu seseorang
tanpa perduli hitungan hari, bulan, tahun." Aku berdiri di sini
bahkan jika hujan salju bicara. Benakku semakin membadai
Ini tempat pertama saat dia pergi.
Orang berbicara tentang perempuan yang menunggu seorang
lelaki. Ohhh. . Tidak ada lubang di sepatu tapi sebuah lubang
besar di duniannya. Mungkin aku bisa naik daun di berbagai
media masa sebagai orang yang teguh pendirian
Tak bergeming atau pun terganti. Mungkin kamu tidak
bermaksud, tetapi kau akan melihatku di berita. Kau akan datang
berlari ke sudut cuase. Seandainya kau tahu itu hanya untukmu.
Aku tidak mempan dipengaruhi ancaman. Aku tidak gentar oleh
mesiu peradapan.
Aku hanyalah wanita yang terhempas di palung samudra
terpental dan membeku. Walau akhirnya pahlawanku tenggelam
dalam lautan Hyuga Myazaki. Sebelum gapai mimpi hajikan
orang tua kita, maut telah datang menjemput. Demi selamatkan
nyawa. Dalam tugas kemanusiaan. Gelar Pahlawan Nasional
Jepang untuk Putra Indonesia pertama di 31 Oktober 2008.
Ratna yang harumkan nama bangsa. Walau nyawa yang
kaupertaruhkan.
Endang Arifin,
dengan segala masa lalumu.
Pergilah
Kembali ke sudut di mana kupertama kali kumelihatmu. Menjadi
lusuh di atas bungkusan usang. Berteman lelah menantimu ber-
harap tidur selamanya.
Aku hanyalah wanita. Yang selalu berharap, seandainya waktu
bisa kuputar kembali aku ingin menyatukan masa lalu agar
bersenyawa dengan masa kini dan masa depan.
Aku yang tak bergeming, tak gentar. Tanpa takut.
Tidak ada lubang di sepatu melainkan lubang besar di
dunianya.**
(Menangis saat menonton Kick Andy)
Lower Estate, 2 Juni 2011