All About Poetry Edisi 24 Februari 2012


Saya membaca puisi Pak Bambang yang judulnya: "Taubat Bunglon." Antar barisnya seolah-olah seperti tidak berkaitan (menurut pengamatan saya). Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya penggunaan kata hubung, seperti yang, dan, lalu dan seterusnya. Bagaimana ya membuat puisi seperti itu? Saya mencoba berlatih membuat puisi setipe itu, namun malah membuat puisi narasi yang kebanyakan puisi saya pasti ada kata hubungnya.
Jawab:
Puisinya sebagai berikut:
Taubat Bunglon
Seribu wajah kau bongkar pasang dengan seribu topeng
Berulas senyum dalam polesan tersungging
Bahasa tutur kau bumbui dengan madu beracun
Gerak tangan dan kaki kau mainkan ke penjuru angin
Semua tertunduk, semua terdiam, semua tergagu
Nafsu memberingasmu.
Kau raup sebisa yang kau rangkul
Kau pernah berkata ingin meneguk purnama
Kau rampas dan  kau gadai sebuah harga yang disebut diri
Malu … entah telah menguap kemana
Jujur … akupun tak tahu telah tercecer dimana
Nama baik ... itu apalagi telah terbenam bersama sisi nurani
Seribu wajah terberangus kebenaran
Terseret, tertatih, dan tertipu
Bergelayut di pucuk air mata
Tergagap dalam mimpi yang retak
Berteman denyut nadi yang semput
Tertanggal dan tertelanjangi mencari siapa diri ini?
Kata penghubung tidak harus dihadirkan. Tergantung mengatur irama dalam menulis puisi. Untuk bisa menulis seperti itu tidak sukar. Sering-sering mengumpulkan metafora dan diksi yang kuat dan indah terhadap puisi standar, maka secara tidak sadar akan mudah saja menulis puisi. Hal terpenting sekali adalah menulis dan menulis puisi tersebut.

Belajar Membaca dan Menyingkat Kata

Tidak seperti acara bedah puisi biasanya, ini adalah edisi perdana bedah puisi bertema 'mbeling' dan 'mantra'. Dalam edisi kali ini, acara dibagi menjadi dua bagian. Sesi pertama adalah apresiasi puisi mbeling dan mantra, lalu dilanjutkan dengan sesi kedua yaitu peserta diskusi mencoba membuat pula puisi mbeling dan mantra.

Ini merupakan program bulanan yang semoga saja bisa berlanjut untuk edisi selanjutnya. Dan pada edisi kali ini, ditampilkan dua puisi dari empunya puisi mbeling dan mantra.
***


MENYINGKAT KATA
Remy Sylado

karena kita orang Indonesia
suka menyingkat kata wr. wb.
maka rahmat dan berkah ilahi pun
menjadi singkat dan tidak utuh lagi buat kita

###

All About Poetry Edisi 18 Februari 2012


Bagaimana membuat puisi agar kelihatannya tidak seperti itu-itu saja kosakatanya, tapi dengan bahasa yang mudah dipahami pembaca?
Jawab:
Dahului dengan perbanyak membaca karya puisi yang beragam aliran dan beragam penyair. Kalau kita hanya membaca puisi dan penyair yang kita sukai saja maka wawasan baru tentang puisi kita terbatas hanya pada satu titik tersebut.

Bagaimana membuat puisi polos/transparan menjadi lebih indah dan mampu bersaing dengan puisi gelap?
Jawab:
Tulis saja puisi tersebut dengan jujur berdasarkan segenap perasaan yang ada. Tulislah pengalaman yang terjadi di sekitar kita. Balut saja dengan diksi yang sederhana tidak perlu rumit. Yakinlah puisi terang atau gelap, masing-masing punya penikmatnya.

Bagaimana cara membuat puisi mbeling yang bagus?
Jawab:
Membuat puisi mbeling kita harus membebaskan diri dari berbagai aturan. Tulis saja apa yang ingin ditulis dengan kenekatan tanpa ada rasa takut tentang kualitas puisi kita.

Rindu Terbungkus Luka


Aku genggam hatimu
penuh warna kasih
adakah kau rasa 
ketika rindu berkelindan
menjemput warna jingga

seperti mentari
meluruh mega menjadi jingga
seperti pelangi
melenguh senja menjadi ria

aku terdiam tak mampu berkata
tersudut dalam memori senja yang kita punya
mencoba mengartikan resah
membingkai rindu di antara baitbait gelisah

malam-malam basah
jangan resah, 
gemintang pun pasrah
sekira langit kan mendung
dan awan sebentar lagi menangis
kupeluk engkau di puncak bukit
tempat kita pernah mengadu pada
sekelompok semut merah yang membuat sarang

Category: 0 comments

Mencari Ayah di Selambai Dingin


MENCARI AYAH
          : My Aby Thamrin in St
sajak Muhammad Atsqalani EnEsTe
 
kucari ayah ke palung kenangan
ke hasrat perjumpaan
ke liang kerinduan
semakin kukenang
semakin menggenang kepedihan
sindu menggebu
tajam menikam
ke mana mesti kucari dirimu, ayah?
jika kau terbang bersama malaikat hilang
tiada tanda tergambar pada sebuah bayang
meski kedua wajah kita tak pernah bersitatap
mesti kumuseumkan harap pada sebait ratap
“ya Allah, pertemukan kami di istana akhirat,
dalam pelukan hangan bersidekap nikmat.”




All About Poetry Edisi 10 Februari 2012


Puisi yang bagus itu bagaimana rimanya? Satu bait harus ada berapa baris?
Jawab:
Rima/ritme yaitu pengulangan bunyi pada puisi yang berfungsi untuk musikalitas atau orkestrasi yang dapat mendukung makna puisi. Rima dalam puisi yang bagus tidaklah ditentukan berdasarkan barisnya tapi berdasarkan pemilihan kata yang indah untuk didengar oleh telinga kita.

Apakah diksi kita harus dimengerti oleh pembaca?
Jawab:
Idealnya memang seperti itu. Diksi yang ada dalam puisi yang kita tulis bisa dimengerti pembaca. Namun tentunya pembaca yang seperti apa? Kalau pembaca yang telah mencintai puisi maka pilihan kata sesulit apapun yang dibuat penyair akan mudah untuk dipahami maknanya.

Bagaimana agar puisi itu terasa ruhnya?
Jawab:
Ruh puisi terletak pada kekuatan kata yang dirangkai. Tulislah puisi yang bisa memberikan kesan yang terjadi sekitar kita. Balutlah kesan tersebut dengan diksi.

Permata yang Berdamai dengan Sepi


PERMATA DALAM RENUNGAN
sajak Greevena Dunham
 
sembari tangan meraba
hati mendamba
mata mulai terasa iba
seolah jiwa ini layaknya riba
namun penyesalan akan rindu ini seperti rimba
dan ikhlas pun ikut tertimba

berdiri...berkaca lensalensa dosa
mencoba untuk lirih namun tak bisa
ini terasa beda...bukan biasa
karena KAU bukan bisa
bisa yang biasa Kau cipta
hingga lalunya hari ini

rembang rimbun angin berkocak
layaknya lautan kolak
manis, namun "basi" berkelakkelak
itulah yang mereka katakan di malam puncak
ketika nafas ini mencoba untuk mendesak

All About Poetry Edisi 03 Februari 2012


Saya ingin mengetahui segala macam tentang kredo. Seperti apa itu kredo, bagaimana penggunaannya, fungsinya, contohnya, jenisnya, dan lain-lainnya.
Jawab:
Kredo merupakan sebuah kata serapan, yang berasal dari bahasa Latin yakni credo yang berarti aku percaya.
Sutardji Chalzoem Bachri pernah menulis sebuah kredo tentang puisi. Dalam kredo puisi tersebut, Sutardji mengembalikan kata-kata kepada mantra, karena menurut Sutardji menulis puisi adalah membebaskan kata-kata, yaitu pada mulanya kata. Kata tidak seharusnya menyandang beban tertentu untuk menunjukan sesuatu hal. Kata tidak berarti apa-apa, selain kata itu sendiri. Misal, kursi bukanlah tempat untuk duduk melainkan kursi itu sendiri. Kata tidak seharusnya dibebani oleh sesuatu, termasuk moral didalamnya. Apabila kata terbebani oleh sesuatu, maka kata tersebut terbelenggu dan terjajah, sehingga kata itu sendiri tidak bisa menafsirkan apa-apa selain hal yang membebaninya tersebut.
Jawaban detil silahkan diskusi pada penyair yang terbiasa memakai kredo (mantra) dalam karya-karyanya.

Apa makna pemakaian tanda hubung ganda (--) dan tanda hubung tiga (---) , serta pemakaian tanda miring (/) dan miring ganda (//) dalam penulisan puisi?
Jawab:
Dalam EYD tidak dicantumkan penggunaan tanda hubung ganda. Yang diatur hanya penggunaan tanda hubung (-), sehingga dapat diartikan memiliki fungsi yang sama sebagai penghubung suku kata/kata yang terpisah.
Begitu juga dengan penggunaan tanda miring ganga (//), sehingga fungsi tanda miring memiliki peran yang sama berupa pengganti kata “atau”, “tiap”.

Saya ingin tau bagaimana menemukan diksi yang baik? Dan puisi yang ditulis dalam bentuk paragraf itu namanya apa?
Jawab:
Menemukan diksi yang baik, perhatikan setiap baris puisi, adakah padanan kata yang kita rasakan indah, kuat, menyentak? Itulah diksi.
Puisi dalam bentuk paragraf ya namanya puisi. Namun saat ini ada yang menyebutnya puisi naratif.


Pesan Itu tentang Siapa Aku

Pesan itu Tentang Siapa Aku
                                                    _ketika engkau melihatku setiap detik putaran waktu

1. 
Pesan itu telah sampai sebelum magrib tadi mengumandang di selendang petang
Ketika pucuk-pucuk akasia yang tumbuh di depan kamarku bermandi hujan sesiang tadi,
Tak mengusik tatapku yang turun menyapa letak rimah sajak-sajak yang gusar
Dan aku menunduk memunguti pikiran yang tumpah di selasar tepian kursiku yang bergoyang karena reot,
Masih ku selidik tiap bait yang menyasar di tumpukan rumit neuron jaringan pikirku
Akan apa penciptaan semesta, bila aku tiada, begitu engkau selalu bertanya tentang aku
Helaan ini tak mengutuk akan siapa yang bertanya, bahkan tak akan menghakim nyawa yang tanggung terbuang dari nafas yang terhembus
Tersebab setiap tanya butuh jawab yang nyata.

2.
Pesan itu masih ada ketika aku membalik rahasia kehidupan akan esok atau lusa
Tak tersentuh tatapanku selama puluhan purnama, ketika itu terakhir engkau membangunkanku dari koma akan kata-kata,
“Untuk apa engkau ada bila semesta terus merasa ditiadakan dalam riwayatmu”
Aku melihat matamu mengalir ke muara paling jauh di dasar pertanyaan itu
Bahkan saat mulutku kelu menterjemahkan silsilah waktu pada nadiku yang terus berdetak
_tak bisa ku hentikan_ putarannya
“Engkau kemanakan tempat dudukku?”
Di situ aku sering membaca setiap pesanmu, berteman kumandang azan dan secangkir kopi hangat seduhan tanganmu
Apa engkau telah menemukan siapa aku, sebelum sadarku dari ketiadaan hadirku?

3. 
Adakalanya aku terlupa pada rona senja kemarin yang engkau jelaskan dengan paruh camar
Bahkan aku lupa pernah melihatmu memotong kuku kakiku dengan wajah kesal dan ocehan khas murai batu sambil terus menjepit tiap lapisan selaput tanduk yang terlihat sumbang dan hitam
Yang ketika itu bagiku kata-katamu seperti puisi cinta dalam kisah roman “Romeo dan Juliet”
Masih, aku lupa ketika engkau memintaku untuk menjemputmu di stasiun kereta,
atau aku lupa membawa “abu-abu” yang engkau pesan bila pulang kerja lebih awal
Selalu lupa untuk meletakkan kaos kaki ke dalam sepatu, dan selalu engkau yang membereskannya
Adakalanya aku begitu lupa akan siapa aku di matamu

Followers